Menikmati Es Tebak Legendaris di Jatinegara
Beberapa waktu lalu, Bubu mengikuti kegiatan walking tour rute Passer Meester atau Pasar Jatinegara.
Beberapa tempat kuliner legendaris Bubu lewati, termasuk Es Tebak yang berada di Jatinegara! Pas banget Es Tebak ini jadi pemberhentian terakhir dari rangkaian kegiatan walking tour.
Siapa coba yang bisa menolak segelas es dingin yang segar, apalagi di tengah panasnya siang hari Kota Jakarta? :D
Mungkin banyak dari kita lebih familiar dengan es campur, es teler, atau es cendol. Tapi Es Tebak? Di tengah beragam minuman segar khas Nusantara, ada satu es khas Sumatera Barat yang masih jarang dikenal di luar daerah asalnya, namanya Es Tebak.
Es Tebak memiliki cita rasa unik yang menjadi ciri khas kuliner Minang. Tak hanya menyegarkan, es ini juga sarat dengan cerita menarik di balik namanya yang terdengar cukup unik.
Apa Itu Es Tebak?
Kenalan dulu, yuk, sama Es Tebak. Es Tebak adalah minuman khas dari Sumatera Barat, tepatnya berasal dari daerah Bukittinggi. Di kota asalnya, es ini biasa disantap sebagai pencuci mulut atau pelepas dahaga saat cuaca panas, bahkan menjadi menu andalan saat bulan Ramadan.
Lalu, apa sih “tebak” itu?
Ternyata, "tebak" adalah sejenis adonan mirip cendol namun lebih kenyal. Adonannya terbuat dari tepung beras, tepung sagu, dan terkadang diberi pewarna alami hijau dari daun pandan atau suji.
Nah, tapi tebak yang Bubu nikmati di Es tebak Jatinegara berwarna putih tanpa pewarna, ya. Jadi beda dengan cendol biasa yang memang jadi elemen di Es Tebak yang Bubu makan.
Kalau dilihat bentuk tebak sedikit memanjang dan lebih besar dibanding cendol, serta teksturnya kenyal dengan rasa yang agak netral. Inilah yang membedakan Es Tebak dengan es campur biasa.
Di dalam semangkuk Es Tebak yang Bubu nikmatu, selain si tebak itu sendiri, ada tambahan seperti:
- Tape ketan hitam
- Kolang-kaling
- Cincau hitam
- Santan kental
- Sirup merah khas Minang
- Serutan es batu yang melimpah
Baca Juga: Menjajal Kelezatan Sate Kambing Hanjawar, Kuliner yang Buka 24 Jam di Cipanas
Apa Bedanya Es Tebak dengan Es Campur?
Sepintas memang mirip dengan es campur, terutama karena sama-sama berisi berbagai isian manis yang disiram dengan santan dan sirup. Namun ada beberapa hal yang membuat Es Tebak punya ciri khas tersendiri:
1. Tebak. Inilah isian utama yang tidak ada di es campur. Teksturnya unik, kenyal namun lembut saat digigit.
2. Sirup Merah Khas Minang. Biasanya menggunakan sirup buatan lokal khas Sumatera Barat yang punya aroma khas, mirip sirup cocopandan tapi lebih legit.
3. Dominasi Santan. Jika es campur kadang lebih banyak es dan sirup, Es Tebak justru menggunakan santan kental yang gurih sehingga rasa manisnya tidak berlebihan.
Perpaduan rasa gurih dari santan dan manisnya sirup ini membuat es ini terasa pas, lho. Bukan hanya sekadar manis-manis saja. Jadi lebih kaya rasa dan tekstur.
Baca Juga: Museum Perjuangan Indonesia, Lippo Mall Nusantara Jakarta
Pengalaman Menikmati Es Tebak Legendaris di Gang Senggol Jatinegara
Ada beberapa penjual Es Tebak di Jatinegara. Nah, tempat kuliner Es Tebak yang Bubu coba adalah milik Hj. Aniwarti. Dari ceritanya usaha Es Tebak tersebut sudah ada sejak tahun 1978!
Selain Es Tebak, di tempatnya juga dijual berbagai jenis es lainnya, seperti Es teler, Es Cendol, Es Campur, Es Kelapa, dan Es Alpukat.
Mau sambil makan di sini juga bisa. Ada berbagai olahan Ketupat Sayur seperti Ketupat Sayur Gulai Pakis, Gulai Paku, Gulai Nangka, dan Gulai Cubadak.
Gang Senggol Jatinegara memang terkenal sebagai salah satu pusat kuliner legendaris Jakarta. Gang ini sempit, tapi selalu ramai oleh pengunjung yang datang mencari makanan jadul yang langka.
Suasananya unik, penuh nostalgia, dengan deretan penjual yang mempertahankan resep turun-temurun.
Di tempat ini, Bubu hanya memesan satu porsi Es Tebak. Tak lama, sang ibu mulai meracik dengan cekatan: memasukkan tebak, tape, kolang-kaling, cincau, lalu menyiramnya dengan santan kental dan sirup merah. Terakhir, es batu serut ditumpahkan dengan royal.
Saat suapan pertama masuk ke mulut, saya langsung paham kenapa es ini bisa bertahan lebih dari 40 tahun lebih. Rasa santannya begitu gurih, berpadu manisnya sirup yang tak terlalu menyengat, ditambah sensasi kenyal dari tebak dan isian lainnya. Semua rasanya pas, nggak ada yang saling menutupi.
Apalagi setelah jalan kaki sekitar 3 jam dan meminum es ini. Wah, rasanya segar sekali! :D
Baca Juga: The History of Pantura Trail Legendary
Sebuah Warisan Manis yang Patut Dilestarikan
Menurut Bubu, Es Tebak bukan sekadar kuliner pelepas dahaga, tapi juga warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan.
Di tengah maraknya minuman kekinian yang bermunculan, es tradisional seperti ini justru menawarkan cita rasa otentik yang tak lekang waktu.
Jika Manteman berkunjung ke Jatinegara, Bubu merekomendasikan untuk mampir ke Es Tebak ini juga. Bukan hanya untuk mencicipi es yang segar, tapi juga untuk merasakan potongan kecil sejarah kuliner yang nyaris terlupakan.
Oh ya, satu porsi Es Tebak di sini hanya dibanderol sekitar Rp 13.000,-, ya.
Menikmati Es Tebak di gang sempit, di tengah keramaian pasar Jatinegara, membuat Bubu jadi sadar. Kadang, kebahagiaan sederhana itu bisa ditemukan dalam semangkuk es manis di sudut kota.
Dita Indrihapsari (Bubu Dita)
@rumikasjourney
Comments
Post a Comment