Berjalan-jalan di Malaka, tak lengkap rasanya tanpa mengunjungi salah satu situs bersejarah paling penting di kota tersebut, reruntuhan Gereja Santo Paulus atau Gereja St. Paul Melaka.
Gereja ini bukan hanya menjadi destinasi wisata yang mempesona dengan pemandangannya yang indah, tetapi juga menjadi saksi bisu sejarah panjang yang terjadi di Melaka, Malaysia, bahkan Asia Tenggara.
Saat ke Melaka beberapa tahun lalu, Gereja St. Paul juga menjadi salah ssatu destinasi yang Bubu sambangi.
Kala itu, Bubu sedang solo traveling ke Melaka. Pagi hari saat suasana di Melaka masih sepi, Bubu sudah berjalan kaki dari penginapan menuju ke Red Square, pusat wisatawan di Melaka.
Dari Red Square hanya perlu jalan sekitar 200 meter saja atau kurang dari 5 menit, Bubu sudah berada di reruntuhan Gereja St. Paul.
Gereja Tertua di Asia Tenggara
Gereja Santo Paulus di Malaka didirikan pada awal abad ke-16. Hal ini membuat gereja ini menjadi gereja tertua di Malaysia, bahkan di Asia Tenggara. Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1521 oleh seorang kapten Portugis bernama Duarte Coelho sebagai tanda terima kasih setelah dia selamat dari badai di laut.
Letaknya yang strategis di atas Bukit St. Paul menjadikan gereja ini sebagai tempat yang mudah diakses oleh para pengunjung dan tentara Portugis, sekaligus memungkinkan mereka untuk mengawasi pergerakan di Selat Melaka.
Bukit yang semula bernama Bukit Melaka kemudian diubah namanya menjadi Bukit St. Paul setelah pendirian gereja ini. Seiring berjalannya waktu, gereja ini mengalami perubahan dan penambahan pada bangunannya.
Oiya, di bagian luar gereja juga terdapat patung St Francis Xavier. Beliau merupakan misionaris yang bertugas di Melaka. Sampai kedatangan Bubu di Melaka, patung St Francis Xavier masih berdiri tegak.
Sementara itu bagian gereja sudah nggak utuh lagi. Memang tembok-tembok di sisi gereja masih berdiri, namun bagian atapnya sudah nggak ada lagi. Selain ini bagian jendela dan pintu gereja pun beberapa sudah nggak terlihat.
Transformasi dari Gereja ke Benteng Pertahanan
Namun, nasib Gereja Santo Paulus berubah seiring perpindahan kekuasaan dari Portugis ke Belanda pada tahun 1641. Setelah Belanda menguasai Malaka, mereka membangun Gereja Kristen baru yang dikenal dengan nama Christ Church di Red Square, yang kemudian menjadi pusat kegiatan religius.
Nah, dengan berdirinya gereja baru ini, Gereja Santo Paulus mulai kehilangan fungsinya sebagai tempat ibadah.
Meskipun demikian, bangunan gereja ini tidak ditinggalkan begitu saja. Pada masa pendudukan Belanda, gereja ini diubah fungsinya menjadi benteng pertahanan militer karena lokasinya yang strategis di puncak bukit.
Tembok-tembok tebalnya dan pemandangan yang luas ke arah laut sangat mendukung upaya pertahanan kota dari serangan musuh. Meskipun transformasi ini membuat bangunan ini rusak sebagian, pondasinya tetap bertahan hingga hari ini.
Baca Juga: Museum Samudera Melaka
Pemandangan Menawan dari Atas Bukit
Meskipun kini yang tersisa dari Gereja St. Paul hanyalah reruntuhan, pesona tempat ini tidak pernah pudar. Reruntuhan ini tetap kokoh berdiri dengan dinding batu yang menjulang tinggi.
Bubu juga sempat masuk ke dalam bagunan gereja. Didalamnya, terdapat makam-makam tua dari zaman kolonial. Hal itu terlihat dari nisan besar yang disandarkan di dinding-dinding gereja.
Tidak hanya sejarah yang membuat tempat ini menarik, tetapi juga pemandangan menakjubkan yang dapat dilihat dari puncak bukit. Dari sini, Bubu bisa melihat dari kejauhan Menara Taming sari dan Selat Melaka. :)
Tertarik untuk mengunjungi reruntuhan gereja bersejarah ini juga? Yuk, mulai rencanakan trip Manteman ke Melaka.
Bubu Dita
@rumikasjourney